Selasa, 30 November 2010

perkawinan campur dalam hal kewarganegaraan

beberapa kutipan:
Undang undang yang terbaru UU. no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraaan


"UU No.12/2006 Sebutkan Sejumlah Alasan WNI Kehilangan Kewarganegaraan

Beijing, (Analisa)

Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia salah satu ketentuannya menyebutkan sejumlah alasan seorang warga negara Indonesia (WNI) bisa kehilangan kewarganegaraan.

"WNI bisa saja kehilangan kewarganegaraan sebagai warga Indonesia apabila yang bersangkutan memenuhi salah satu syarat dari sembilan alasan yang ada dalam UU No.12 Tahun 2006," kata Atase Imigrasi Beijing Firdaus Amir, di Beijing, Jumat.

Hal tersebut dikemukakan ketika sosialisasi kekonsuleran dan UU No.12/2006 di depan sejumlah WNI yang tinggal di Beijing, yang juga dihadiri oleh Kepala Fungsi Protokol dan Konsuler Krishna Adi Poetranto dan kepala Fungsi Sosial Budaya Rosmalawati Khalid, di KBRI Beijing.

Sembilan alasan seorang WNI bisa kehilangan kewarganegaraan adalah memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri, tidak menolak/melepas kewarganegaraan lain, sedangkan yang bersangkutan mendapatkan kesempatan untuk itu.

Juga dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonan sendiri, sedang yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah menikah, masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden, serta secara sukarela masuk dalam dinas negara asing.

Alasan yang lain adalah secara sukarela mengangangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing, turut serta dalam pemilihan suatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing, serta mempunyai paspor dari negara asing sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya.

"Selain itu juga tinggal di luar wilayah Republik Indonesia selama lima tahun terus- menerus tanpa ada alasan yang sah," kata Firdaus.

Menurut dia, banyak WNI selama ini masih belum mengetahui mengenai UU Nomor 12 itu, padahal undang-undang itu dinilai sangat penting untuk menjamin yuridis warga itu sendiri seperti dalam memberikan perlindungan anak.

"UU tersebut merupakan pengganti dari UU Nomo 62 Tahun 1958 yang secara filosofis, yuridis dan sosiologis sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan RI," kata Firdaus.

Sementara secara yuridis, landasan konstitusional UU tersebut adalah UUD Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku lagi, sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada UUD 1945.

Sementara secara sosialogis, kata Firdaus, UU lama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indoensia sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam lingkup global, yang menghendaki persamaan perlakuan dan kedudukan warganegara di muka hukum serta kesetaraan dan keadilan gender.

Ia berharap WNI yang ada di luar negeri khususnya dan yang ada di alam negeri umumnya, bisa mengetahui mengenai isi atau materi UU tersebut sehingga tidak kehilangan kewarganegaraannya sebagai WNI.

"UU tersebut penting untuk dipahami untuk menghindari seorang WNI kehilangan kewarganegaraan sebagai seorang WNI, padahal yang bersangkutan sebetulnya tetap berkeinginan menjadi seorang WNI," katanya. (Ant)
http://analisadaily.com/4-1.htm"


The 2006 Citizenship Law has enabled transnational couples to apply for dual citizenship for their children. Before the law was introduced, children of Indonesian mothers and foreign fathers were automatically registered as citizens of their father’s country. As a result, parents were forced to extend temporary residence permits for their children, a time-consuming and problematic process.

According to the 2006 Citizenship Law, children of transnational marriages born after 2006 automatically receive dual citizenship. For children of mixed marriages born before 2006, parents need to apply for dual citizenship for their children. 

Children from mixed marriages may only hold dual citizenship up until the age of 18. When they turn 18, they must then choose to either remain Indonesian citizens or take up their foreign citizenship. The window of opportunity for children to make this decision closes three years after their 18th birthday.

The law orders transnational couples to apply for dual citizenship for children born before 2006 within four years of its enactment. The upcoming application deadline is Aug. 1, 2010. 

“Many couples are still unaware there is a deadline,” says Rulita Anggraini, chairwoman of PerCa Indonesia, an organization for transnational couples. 

“Some couples also just don’t know how to apply or what they need to do.”

According to the latest official data from the Justice and Human Rights Ministry, up to 8,000 transnational couples had completed the application process for their children’s dual citizenship up until the middle of last year. 

“We feel there are still couples that haven’t applied yet, mostly because they don’t know about the deadline,” Rulita says. “If you miss the deadline, your family will lose the benefit of dual citizenship [for the children].”

If a couple misses the deadline, their children will keep their foreign citizenship. 

“If the child later wants the Indonesian citizenship, they will be required to go through the naturalization process like all other foreigners who want to become Indonesian,” Rulita says. 
The child will thus be required to reside in Indonesia for five consecutive years or ten years if the period of residence was not continuous.

Juliani W. Luthan, head of the PerCa Indonesia development program, outlines what documents are needed to apply for the dual citizenship. 

First of all, you need the child’s birth certificate. 

“If they were born in Indonesia, the certificate needs to be legalized. If the child was born abroad, the certificate needs to be translated into Indonesian and handed in with the original document to a district office of the Justice and Human Rights Ministry to be checked and legalized,” Juliani says.

Parents also need to provide the child’s passport, as well as the family card of the Indonesian mother, a copy of the father’s passport and the parent’s marriage certificate that has been legalized by a civil office. 

“[If] the couple was married abroad, the marriage needs to be registered through a civil office in Indonesia,” Juliani says.

The completed application form must then be submitted to the Justice and Human Rights Ministry. If the paperwork is complete, the family will receive a letter from the ministry confirming the child has been granted dual citizenship.

“You need to go to some offices to get the registration done,” Juliani says. 

“But all in all, the application process is easy.” 

The ministry says the process takes a maximum of 90 days. However, Juliani warns that it may take longer if documents are missing. PerCa Indonesia urges transnational couples that have not yet applied for dual citizenship for their child to get the ball rolling now.
 
http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/22/dual-citizenship-deadline-looms-transnational-generation.html-0.



hoof referensi cuman dua tapi isinya mbelibet. :'(


ok jadi kita buat kesimpulan mudahnya aja.
bila ada 2 insan berkewarganegaraan berbeda malkukan pernikahan maka...
anak dari perkawinan tersebut dapat memiliki kewarganegaraan ganda apabila :
bentar dicari lagi tadi dimana ya....
1. dilahirkan setelah 2006 mendapatkan otomatis 2 kewarganegaraan.
2. dilahirkan sebelum 2006 bapak dan ibunya wajib mendaftarkannya.


terus...
bila 

Bagi orang tua WNI yang anaknya berhak mendapatkan status dwi kewarganegaraan untuk dapat mengajukan permohonan dwi kewarganegaraan kepada Perwakilan RI sebelum tanggal 1 Agustus 2010.

Berikut syarat-syarat untuk mengajukan permohonan dwi kewarganegaraan ganda:

a. Photo copy Akte Lahir anak

b. Photo copy Akte Nikah kedua orang tua

c. Photo copy Paspor anak dan kedua orang tua

d. Pas photo ukuran 4x6 sebanyak 6 lembar (warna ditentukan konjen setempat)

e. Mengisi formulir

f. Membayar bBiaya administrasi yang ditentukan oleh konjen setempet

g. Biaya legalisasi dokumen jika diperlukan

ditambah bila dilahirkan diluar negeri akta kelahirannya harus diterjemahin sama dibawa yang aslinya. terus surat yang menerangkan kewarganegaraan kedua orangtuanya.

hmmm.... jadi tidak berlaku lagi namanya anak ikut kewarganegaraan bapaknya (horeeee... /loh kok horeee)
sekian dulu bila ada gubahan akan diberikan seingatnya :D

Peranan Pemuda Dalam Masyarakat

Pemuda dalam masyarakat.
di dalam masyarakat pemuda adalah suatu bagian yang tidak dapat terpisahkan, karena pemuda merupakan kultus atau generasi penerus yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat. dimana para pemuda inilah yang akan melanjutkan nilai-nilai yang telah mereka dapatkan selama mereka bermasyarakat. didalam berbagai hal pemuda juga merupakan bagian dari pembaharuan suatu nilai yang ada. di mana dalam penangkapan suatu nilai manusia akan dipengaruhi oleh nilai2 yang diajarkan dan nilai yang dianggap oleh mereka sebagai  nilai yang jauh lebih baik daripada nilai yang telah mereka dapatkan( dimana sebenarnya nilai-nilai ini mungkin tidak dianggap benar bagi sebagian kecil atau besar kelompok atau individu lainnya).

dalam perkembangan dunia saaat ini peranan pemuda haruslah bernilai jauh lebih positif, karena kemajuan teknologi komunikasi dan informasi sangatlah cepat sehingga arus informasi tidaklah terbendung lagi oleh bermacam cara. pemuda yang merupakan penerus generasi bangsa haruslah mampu menggunakan teknologi untuk kemajuan bangsa dan negara. dimulai dari diri sendiri dimana informasi yang didapat harus dapat dipergunakan sebaik-baiknya sehingga dapat memajukan baik dirinya maupun masyarakat dimana ia berada. dimana kelanjutannya dapat mempengaruhi nasib bangsa. suatu bangsa yang maju di mulai dengan memajukan anak-anaknya baik dalam pendidikan olah raga maupun berbagai macam kemampuan yang lain.

sesuai dengan UUD diamana setiap warga negara berhak atas pendidikan. secara garis besar pemuda yang merupakan generasi penerus haruslah mendapatkan pendidikan yang layak sehingga suatu hari nanti dapat ikut membangun bangsa dan negara dengan caranya sendiri. sehingga tidak akan memberatkan masyarakat maupun bangsa pun keluarganya.